Selasa, 18 November 2008

novel bagus untuk anak2

SATU

<_AnDRa_>:Ada apaan sih, Dark? Gue lagi sibuk nih! Awas ya kalo gak penting lagi!

:Tau gak lu? Gue barusan nemuin belahan jiwa gue. Aduh... seneng banget deh! Gue sempet liat pic-nya. Cantik abis, pokoknya!

<_AnDRa_>:Tuh kan! Pasti omongan lu gak penting lagi. Gue out aja deh!

:Eits... jangan kabur lu. Gue bener-bener bawa berita penting buat lu.

<_AnDRa_>:Berita apaan sih?

:Nama cewek itu Luna. Dia baru 17 tahun. Sweet seventeen gitu! Dan yang paling penting, dia masih jomblo. Lu tau kan? JOMBLO! Apa artinya?

<_AnDRa_>:Itu artinya gue mau jitak lu! Gue serius, Dark! Gue juga lagi sibuk and gak punya waktu buat ngedengerin omongan lu! Lagian si Byna mau lu kemanain?

:OKAY! Jangan marah gitu dong. Ntar cepet tua lo... hehehe... gue cuma mo ngasih tau kalo nanti kita latihan bola jam empat. Jangan mpe nggak dateng ya! Coz, seminggu ini latihan terakhir kita sebelum liga dimulai.

<_AnDRa_>:Sip deh! Gue bakalan dateng. On time!

:Okay! Bye...

<_AnDRa_>:Bye...

Andra keluar dari chatroom dan meng-klik website bola yang sudah di-bookmark olehnya. Sebelum chatting, dia tadi melihat-lihat informasi tentang seleksi pemain bola usia 15-19 tahun untuk dijadikan sebagai pemain junior di Taruna Football Club. Dia memang bercita-cita untuk menjadi pemain bola sejak dia masih kecil. Setelah mengenyimpan web page yang dibutuhkan, dia me-log out jaringan internetnya.
Barusan dia chatting dengan Dark, sahabat kentalnya. Sebetulnya Dark itu bukan nama asli. Nama aslinya Dira. Menurutnya, nama Dira terdengar agak kecewek-cewekan. Bukannya dia kekar kayak Ade Rai sih, tapi karena dia itu –ehm..., gimana ya? Cowok banget! Maksudnya, playboy abis! Dark adalah kapten tim SMA 8, sedangkan Andra menjabat sebagai wakilnya. Andra juga bisa disebut sebagai produser. Maksudnya, dia sering banget ngeluarin duit untuk keperluan tim.
Andra teringat untuk menghubungi teman-temannya bahwa nanti sore jam empat ada latihan bola. Setelah mematikan laptopnya, dia mengambil telepon yang tergeletak begitu saja di atas tempat tidur. Kemudian, satu per satu, dia mulai menghubungi teman-temannya yang tergabung dalam tim cadangan.
Shit!
You’ve got the damned time, Andra!
Dia baru inget kalau dia udah bikin janji sama pacar barunya, Keisha. Mereka memang baru pacaran sih, tapi kalau tiba-tiba dia ngebatalin janji kan kesannya kayak nggak menghargai Keisha banget. Andra berusaha memutar otak. Gimana caranya ngasih alasan ke Keisha kalau dia nggak bisa datang.
Lantunan lagu What I’ve Done yang dipopulerkan oleh band kenamaan Linkin Park mengagetkan Andra yang sedang berpikir dan menyusun alasan untuk Keisha.
Andra langsung menyambar HP-nya yang masih berdering.
Dia melihat caller-ID yang menampilkan nama Keisha. Dia ragu-ragu untuk mengangkat telepon dari Keisha. Paling-paling dia cuma mau mastiin kalau nanti mereka jadi jalan. Andra jadi kebingungan.
What the hell you doing? Angkat teleponnya! Lu gak mau dia berpaling dari lu kan?
“Halo?” kata Keisha setelah Andra mengangkat telepon darinya. “Andra?”
“Ya,” jawab Andra pendek. Saat ini dia sedang memikirkan alasan apa yang akan dipakai olehnya.
“Honey, kamu lagi ngapain?”
“Aku? Er... Aku lagi nonton TV. Emang kenapa?”
“Nggak sih, sorry sebelumnya ya!” kata Keisha. “Aku mau bilang kalau nanti sore aku gak bisa jalan sama kamu. Soalnya ada saudara aku yang masuk rumah sakit. Jadi, aku mau ngejenguk dia. Kamu nggak papa kan?”
“Oh, it’s okay! Nggak papa kok.”
Fiuh... selamat deh! Dia nggak usah susah-susah bikin alasan ke Keisha lagi. Soalnya dia itu anti banget ngecewain cewek. Kalau nggak ada cewek kan dia nggak bisa lahir. Bukannya cowok nggak berperan sih. Perannya gede malah....


Saat Andra memarkir Honda Civic-nya, sudah banyak anak-anak yang datang untuk latihan. Ada yang men-dribble bola, passing, dan ada yang masih duduk-duduk di pinggir lapangan sambil bercandaan. Andra segera mengganti bajunya dengan kaus bola berwarna biru milik tim SMA 8.
Dengan langkah riang, Andra berjalan menuju ke lapangan tempat teman-temannya berkumpul saat ini.
“Hoi, Andra dah dateng tuh!” teriak Boni menginformasikan kedatangan Andra.
“Oke! Tim inti di kanan, cadangan di kiri,” perintah Dark.
Tanpa disuruh untuk yang kedua kalinya, sebelas tim inti segera mempersiapkan diri di lapangan kanan. Sebelas tim cadangan mempersiapkan di lapangan kiri.
Sejak kick-off dimulai, tim inti yang terdiri atas Dark, Andra, Boni, Hesel, dan yang lainnya itu terus mengancam gawang Ton, kiper tim cadangan. Bahkan, di menit ke-26 Andra berhasil merobek gawang Ton. 1-0 untuk tim inti. Skor itu bertahan hingga additional time di babak pertama berakhir.
Di babak kedua, ritme permainan tim cadangan yang dipimpin oleh Riyon mulai meningkat. Terlihat dari seringnya mereka meningkatkan daya serang mereka. Usaha tim cadangan untuk menyamakan kedudukan pun berhasil. Pada menit ke-63, Dito berhasil menendang bola muntahan yang terlepas dari tangan Tyo, kiper tim inti.
Setelah skor tim inti tersaingi, mereka juga mulai meningkatkan serangan. Tapi, mereka pun juga tidak lengah di pertahanan. Serangan demi serangan mereka bangun. Dan puncaknya, Hesel berhasil menyundul bola operan dari Dark. Skor pun berubah menjadi 2-1 untuk keunggulan tim inti. Dan akhirnya, pertandingan berakhir dengan skor 3-1. Gol tambahan dari tim inti dicetak oleh Handi di menit ke-88.
“Capek banget nih!” Hesel mengelap peluh yang bercucuran di keningnya dengan handuk. “Laper lagi!”
“Makan yuk!” ajak Ton sambil melepaskan sarung tangannya. Setiap latihan selesai, Andra, Dark, Ton, Handi, Boni, dan Hesel selalu berkumpul. Kebetulan mereka ini satu kelas. Jadi, ketimbang dengan anggota tim yang lainnya, mereka berenam lebih akrab. “Kali ini gue yang traktir deh.”
“Setuju! Ayo kita ganti baju!” seru Boni semangat. Dia paling suka kalau makan gratis. Dasar anak kost! Boni datang dari Madiun, kota yang terkenal akan pecelnya itu.


Andita mengetuk pintu kamar kakaknya. Bukannya mengetuk sih, tapi lebih tepatnya menggedor. Sekali, dua kali, tiga kali, tapi tetep gak ada jawaban.
“KAAAAAK!!!!” teriak Andita, akhirnya, “Bangun dong! Udah jam setengah tujuh nih!”
Braakk!!!
Ups, suara apaan tuh?
Di dalam kamar, Andra sedang mengusap-usap pantatnya. Barusan dia terjatuh dari kasurnya. Dia kaget saat mendengarkan teriakan adiknya.
“Iya gue bangun!” tukas Andre.
Segera dia mandi dan mempersiapkan buku-buku pelajarannya. Setelah beres, dia segera turun untuk sarapan.
“Pagi, Ma!” Andra duduk di sebelah mamanya. “Papa keluar kota lagi ya?”
Pagi ini, seperti pagi-pagi yang lainnya, dia tidak menemukan ayahnya.
“Iya, papa ke Makassar,” jawab Astri, mama Andra.
Andra menyapukan pandangannya ke seluruh meja makan.
“Ma, makanan untuk aku mana?”
“Kali ini kakak nggak dapet sarapan!” celetuk Andita yang sedari tadi hanya diam saja.
Di meja makan, hanya ada nasi goreng dan telur mata sapi. Itu makanan kesukaan Andita. Tapi, itu pula makanan yang paling dibenci Andra. Nasi goreng. Ya, Andra paling gak suka makan nasi goreng. Prinsipnya, lebih baik gak makan sekalian daripada harus makan nasi goreng.
“Kok gitu? Gue kan laper!” protes Andra.
“Andita, jangan godain kakakmu terus dong,” kata Astri, tersenyum melihat tingkah kedua anaknya. “Sarapan kamu masih dibuat Mbok Yum.”
Tanpa menunggu lama, mbok Yum sudah selesai memasak dan membawa sarapan Andra ke ruang makan.
“Ini sarapan buat den Andra,” kata mbok Yum sambil meletakkan sepiring nasi ayam kecap kesukaan Andra.
“Hmm... baunya menggoda!” ujar Andra. “Mbok Yum bener-bener hebat!”
Sejak kecil, mbok Yum selalu memasakkan nasi ayam kecap untuk Andra tiap kali Andra nggak doyan makan. Dan ajaibnya, Andra langsung mangap waktu disuapi menu yang satu ini. Caranya, nasi putih dicampur dengan kecap pedas lalu diatasnya ditaburi dengan ayam goreng yang dipotong-potong. Yummi...
Setelah piring-piring di atas meja bersih tanpa bekas, Andra dan Andita segera pamit pada Astri. Andita memang berangkat sekolah dengan Andra. Karena, sekolah Andita, SMA 26, searah dengan SMA 8.


“Honey, sori banget ya!” kata Keisha. Saat ini istirahat dan mereka berdua sedang minum di kantin.
“Kenapa?” Andra meneguk es kelapa mudanya.
“Kemarin kan aku ngebatalin janji kita tiba-tiba. Kamu nggak marah kan?” tanya Keisha.
“Ya nggak lah, lagian kemarin abis kamu telepon aku, Dark ngasih tau kalau ada latihan bola. Jadinya aku ada kerjaan.”
Tiba-tiba raut wajah Keisha agak berubah. Melihat perubahan itu, Andra jadi cemas.
“Kenapa, say?” tanya Andra.
“Nggak papa kok!”
“Oke! Tapi sore ini kamu bisa kan?” Andra menatap Keisha dalam. Dia berharap bisa jalan sama Keisha sore ini.
Wajah Keisha jadi memerah karena tatapan Andra. “Gimana ya?”
Jangan-jangan dia nggak bisa jalan lagi?
“Gimana apanya?”
“Er... kayaknya aku nggak bisa deh!”
Tuh kan? Apa dia udah gak respek lagi sama aku?
“Aku nggak bisa nolak ajakan kamu!” lanjut Keisha.
Andra lega mendengarnya. “Kamu ini usil juga ya?”
Keisha tersenyum simpul.
“Nanti aku jemput kamu jam lima ya?” tawar Andra.
“Okay!”

DUA
Setelah semprot sana semprot sini hingga cairan di botol parfum milik Andra hanya menyisakan beberapa mili, Andra segera menyiapkan mobil yang sedari tadi siang dia lap dengan sepenuh hati. Dia ingin memberikan kesan yang baik untuk Keisha. So far so good! Kata orang, mobil mencerminkan kepribadian cowok. Ha!
“Rapi amat sih?” Andita tiba-tiba muncul dari dalam garasi.
“Ngapain lu di sini?” tanya Andra heran melihat penampilan adiknya. “Muka lu kok kotor banget sih?”
“Bukan urusan lu lagi!” ujar Andita. “Lu mau kemana sih?”
“Bukan urusan lu lagi!” Andra menirukan logat bicara Andita barusan.
“Ih, kakak genit deh!” Andita berlari menghindari cubitan Andra.
Andra memutuskan untuk tidak meladeni permainan adiknya kali ini. Dia kan udah wangi. Nanti kalau dia lari-larian ngejar Andita, percuma saja dia pake segalon parfum tadi.
“Kak, kalau mau ke mall bawain gue es krim ya!” teriak Andita dari balkon lantai dua. Cepet juga larinya.
Andra mengacungkan jempolnya ke atas.
I’m sorry, you wrong!
Andra nggak bermaksud untuk ngajak Keisha ke mall. Tapi, dia mau ngajak Keisha nonton sekuel film kesayangannya yang terbaru. Spiderman 3!
Remember, with great power comes great responsibility!
Pernah denger kata-kata itu kan? So pasti... itu adalah nasihat Uncle Ben untuk Peter Parker.
By the way, rumah Keisha itu lima belas menit dari rumah Andra. Dan sekarang, Andra sudah duduk di beranda depan rumah Keisha. Rumahnya terbilang nyaman. Tata letaknya keren. Pasti karya eksterior designer terkenal.
“Hon, udah lama ya?” tanya Keisha, menutup pintu kembali.
Keisha terlihat sangat memesona dengan baju yang dikenakannya. Andra sampai nggak bisa berkedip saat memandang Keisha.
“Kita berangkat yuk!”
Andra masih tetap terdiam.
“Honey...!” Keisha lebih mengeraskan suaranya.
“Oh... apa?” Andra menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
“Kita berangkat sekarang?” tanya Keisha.
“Er... iya, kita berangkat sekarang.”
You moron, Andra! Bisa-bisanya gue bengong kayak gitu.
Sesampainya mereka berdua di bioskop, Andra segera memposisikan diri untuk mengantri tiket nonton Spiderman 3. Inilah saat-saat yang paling ditunggu-tunggu. Spiderman emang paling keren. Andra berharap sekuelnya nggak hanya sampai di sini. Dia berharap akan ada Spiderman 4,5, bahkan 6.
“Kita mau nonton Spiderman?” tanya Keisha mengagetkan Andra yang sedang berfantasi menjadi seorang hero seperti Spiderman.
Andra menganggukkan kepalanya, semangat.
“Gue pikir kita bakalan nonton film drama,” kata Keisha dengan nada kecewa. “Actually, gue gak begitu suka nonton film hero action.”
Andra kaget.
“Jadi, kamu mau nonton apaan?”
“Itu!” kata Keisha, menunjuk ke arah poster sebuah film. Judulnya What a Men Wants yang dibintangi oleh Martin Handerson.
What? Are you kidding me?
Andra nggak percaya kalau sore ini dirinya berakhir di dalam ruangan bioskop yang menanyangkan film cengeng dengan suara isak tangis Keisha dan beberapa cewek lain yang membuat telinganya gatal.
Bye, Spiderman! Bye, Tobey Mcguire, my hero. . .


“Kak, mana es krimnya?” tanya Andita sesampainya Andra di rumah.
“Gue gak beli es krim, tapi gue beli ini!” ujar Andra sambil melemparkan sebungkus popcorn ke arah Andita.
“Popcorn?” tanya Andita. “Emangnya kakak tadi pergi nonton ke bioskop?”
“Lebih tepatnya ke neraka!”


:Jadi, Keisha udah ngerusak impian lu yang ingin selalu menjadi orang pertama di Indonesia yang nonton Spiderman?

<_AnDRa_>:Lebih tepatnya, dia udah ngerusak hidup gue...

:Nggak separah itu kan, Man? Kalian bahkan baru sebulan jadian, masak udah kayak suami istri bertengkar sih?

<_AnDRa_>:Kita nggak bertengkar, kok!

:Ha!

<_AnDRa_>:Apa maksudnya “Ha!” itu? Oya, gimana kabarnya si Byna? Kalian udah jadian?

:Hei... jangan nanya sebanyak itu dong! Yang jelas, gue sama Byna belum resmi jadian. Gue masih mantapin diri gue dulu!

<_AnDRa_>:Eh, udah dulu ya! Gue mau browsing nih! Emergency coy...

:Oke...

Sebelum browsing, Andra membuka home page emailnya di Yahoo!. Mungkin aja ada new email yang belum dia baca. Dan ternyata dugaan dia benar. Ada dua email yang muncul seharian ini. Andra membaca emailnya.

To: Me_n_FuTBoL@yahoo.com
Fr: talent.search@tarunafc.com
Subject: Pemberitahuan tanggal audisi

Saudara Andra, syarat-syarat yang anda ajukan kepada kami telah kami periksa dan semuanya sudah lengkap sesuai dengan persyaratan. Kami mengundang anda untuk melakukan audisi pada tanggal 08 Agustus 2008 di Taruna Stadium dengan membawa KTP,SIM, atau tanda pengenal lainnya. Terima kasih.

To: Me_n_ FuTBoL@yahoo.com
Fr: Da_Moz_Damned@hotmail.com
Subject: I’m back!

What’s up, man?
Masih inget gue gak? Ini gue, CHELSEA! Bukannya nama artis pendatang baru itu loh! Dulu lu panggil gue Chelsea. Dan gue panggil lu Barca. Gue nggak tau apa sekarang lu masih pegang Barcelona. Soalnya kita kan udah setahun gak da connect. Oya, ini email baru gue. Btw, Indonesia gak berubah ya? Rasanya masih kayak setahun yang lalu. Sorry juga ya kalau selama gue lagi di luar negeri gue jarang kirim email ke kamu. Hmm... Segitu aja ya! Bye...

P.S.: Keep contact! C’ya...

Chelsea? Jadi dia udah balik dari London?
Chelsea itu temen instant message-nya Andra. Mereka kenal lewat Indonesian Footbal Milis. Di dunia maya, mereka akrab banget. Tapi, nggak cukup akrab untuk mengetahui nama asli masing-masing. Chelsea memang bukan nama aslinya. Tapi sejak mereka kenalan, dia memperkenalkan diri dengan nama samarannya itu. Dia memang sengaja nggak ngasih tau Andra siapa nama aslinya dengan alasan biar nggak ada cyber yang berkeliaran. Bahkan, mereka berdua nggak tahu sama sekali tentang data diri masing-masing. Chelsea itu cewek atau cowok, Andra malah nggak tahu!

Fr: Me_n_FuTBoL@yahoo.com
To: Da_Moz_Damned@hotmail.com
Subject: Welcome back!

Jadi sekarang lu udah balik ke Indonesia? Lama juga ya kita nggak ngobrol-ngobrol lagi. Kapan-kapan kalau ada waktu luang kita ngobrol lagi ya! Lagian, aku udah lama nggak ber-instant message ria sama orang! Hehehe...

P.S.:Jadi cita-cita lu nonton pertandingannya Chelsea dengan mata kepala lu sendiri udah kesampean dong? Salam gue buat Frank Lampard udah lu sampein belom???


“Kali ini kalian harus bener-bener serius,” kata pak Leo, guru pembimbing ekskul bola SMA 8. “Dari hasil drawing kemarin, lawan kita tahun ini bisa dibilang cukup menyulitkan.”
Semua anggota tim inti dan tim cadangan duduk di bench sambil mendengarkan penjelasan-penjelasan dari pembimbing mereka.
“Perlu kalian ingat, kita akan berada satu tim dengan SMA 2, SMA Petra 1, dan SMA 21,” lanjut pak Leo.
“SMA 2?” tanya beberapa orang bersamaan.
“Ya,” jawab pak Leo.
“Tapi kan SMA 2 itu kan juara tahun lalu!” pekik Boni.
“Bapak tahu, tapi asalkan kita bisa bermain lebih solid lagi kita akan menumbangkan mereka. Bapak dengar kalau pemain-pemain mereka tidak sebagus tahun lalu. Jadi, kita masih ada harapan!”
“Formasi kita masih tetep kan, Pak?” tanya Hesel.
“Ya, kita pakemkan formasi 4-3-3. Kita akan mengoptimalkan serangan dari sayap. Oya, mulai hari ini Andra akan saya proyeksikan sebagai penyerang lubang. Dan Boni akan saya geser ke depan!”
Semuanya manggut-manggut.
“Baik, sekarang kita mulai latihan. Tim inti di kanan, tim cadangan di kiri.”


“Mau kemana lagi sih, Kak?” tanya Andita pada Andra. “Baru aja pulang latihan, sekarang udah mau keluar lagi!”
“Gue mau makan malem!” jawab Andra singkat.
Andita heran, kenapa sih orang pacaran itu kalau nggak makan malem, pasti nonton. Kalau nggak gitu ke mall. Emangnya nggak ada kegiatan lain apa?
“Kenapa? Mau pesen jajan lagi?”
“Nggak! Gue cuma nanya doang,” jawab Andita.
“Ya udah, gue cabut dulu!” Andra melenggang ke halaman rumah. Terdengar suara deruman mobil sesaat sesudahnya.


Keisha memoleskan bedak ke wajahnya yang geulis itu. Sepuluh menit lagi Andra akan menjemputnya untuk makan malam. Dia berencana untuk mengajak Andra ke restoran favoritnya.
Malam ini, dia ingin terlihat lebih cantik dibandingkan malam-malam sebelumnya saat dia dan Andra makan malam. Gaun yang dipakainya adalah hadiah dari papanya yang baru pulang dari Perancis. Tak lupa, dia juga sudah menyiapkan Christian Dior Bag-nya.
Dari lantai dua terdengar suara Honda Civic yang memasuki pelataran rumahnya. Dia yang sudah hafal dengan suara mobil Andra langsung menyambar tasnya lalu berjalan terburu-buru menyongsong kehadiran Andra.
“Hai!” sapa Andra. “Udah siap?”
Keisha mengangguk.
Seperti biasa, bak putri kerajaaan, Keisha masuk ke dalam mobil setelah dibukakan pintu oleh Andra.
“Hon, kita ke Jalan Pattimura Barat ya?” pinta Keisha, dibarengi suara deruman mesin honda civic Andra yang meninggalkan pelataran rumah Keisha yang luas.
“Oke!” kata Andra menyanggupi.
Andra memilih salah satu CD, lalu memasukkannya ke CD player.
Keisha mendengarkan lagu pilihan Andra.
Kenapa dia puter lagu nggak jelas kayak gini sih?
“Hon, ini lagu apaan sih?” rintih Keisha di tengah-tengah lantunan suara nggak jelas itu. “Nggak bisa didengerin, tahu!”


“Ini albumnya Sum41, Kei!” jawab Andra sambil berusaha tetep konsentrasi menyetir di tengah-tengah suara tempat CD yang bergesekan karena dipilah-pilah secara paksa oleh Keisha.
“Kamu nggak punya albumnya Celine Dion atau Mariah Carey, ya?” tanya Keisha masih sambil memilah-milah CD milik Andra. “Yang ada cuma Good Charlotte, Linkin Park, sama Blink Satu Lapan Dua!”
“Blink -182- One Eight Two, say!” jawab Andra sabar.
Lagian, masa gue mau ngedengerin lagu cengeng? Nggak banget!
Dengan wajah menyerah, akhirnya Keisha meletakkan kembali CD-CD Andra yang dia berantakin dengan sukses.
“Lain kali kamu aku kasih CD-nya Celine Dion ya?” usul Keisha, cemberut.
“Jangan cemberut kayak gitu dong! Nanti cepet tua loh,” goda Andra.
Honda Civic bercat hitam ini mulai memasuki Jalan Pattimura Barat.
“Say, itu restoran belok kiri!” kata Keisha.
Andra mematuhi permintaan Keisha.
Saat memasuki restoran itu, Andra merasakan hawa yang berbeda. Restoran itu harum. Tunggu! Harum? Jangan-jangan bau menyan?
“Bagus, kan?” Keisha yang menggelayut di samping Andra meminta pendapatnya.
“Bagus, wangi lagi!”
“Restoran ini memakai aromaterapi. Kalau suntuk, gue sering ke sini. Jadi fresh,” kata Keisha lagi.
Tapi, wangi ini nggak bikin gue fresh, malah bikin pusing!
“Hon, itu ada meja kosong!” Keisha menunjuk ke meja kosong di sudut ruangan. “Kita ke sana, yuk!”
Lagi-lagi Andra hanya bisa mengikuti kemauan Keisha.
“Di sini makanannya enak-enak gak?” tanya Andra setelah mereka berdua duduk.
“Kamu nggak usah khawatir,” kata Keisha. “Tadi di rumah udah aku pesenin special dinner buat kita.”
“Apaan?”
Dan pertanyaan yang Andra ajukan itu langsung terjawab karena di meja di depannya baru saja terisi oleh dua piring makanan yang sangat dikenalnya.
“Fried rice?” Andra hanya bisa menatap piring di depannya.
I wanna puke! Aaarrrggghhh...
“Yup! Kamu tau nggak, aku tuh paling suka makan nasi goreng,” Keisha mulai menyuap nasi gorengnya. “Apalagi di restoran ini. Enak banget, deh!”
Andra tetap mematung, tanpa menyentuh nasi gorengnya sedikit pun. Kenapa harus nasi goreng sih? Nggak ada makanan lainnya? Aku kan nggak suka makanan ini! Disgusting!
“Hon, ayo dong dimakan. Keburu dingin nggak enak, lagi!” kata Keisha sambil mengunyah. “Kamu harus nyoba. Kalo enggak, aku marah nih!”
Akhirnya, dengan berat hati, Andra mulai meyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya –yang sebenernya sih enggan terbuka.
Saat nasi yang berwarna kemerahan itu mulai menyentuh lidah Andra, seluruh isi tubuhnya mulai bergolak. Lambung yang biasanya tenang-tenang aja kini mulai menyiapkan cairan anti toksin.
“Gimana enak kan?” tanya Keisha, menyendok nasi untuk yang keseratus kalinya.
Enak dari London?
Dengan terpaksa, Andra menganggukkan kepalanya dan berpura-pura berantusias. Satu suapan nasi goreng diselingi seteguk jus jeruk.
Setelah lima menit menahan penderitaan, mata Andra mulai memerah.
“Hon, aku ke toilet dulu ya?” izin Andra, menyisakan setengah piring nasi goreng di hadapannya.
“Oke, tapi jangan lama-lama ya!”


Susah juga nemuin toilet yang bersih di zaman sekarang. Toilet di restoran ini misalnya, kumuh banget! Selain baunya yang nggak enak, di sana-sini terlihat banyak plastik wadah tissue. Sejak masuk ke toilet, Lizzie langsung menutup hidungnya serapat mungkin. Agar kecil kemungkinan udara busuk ini masuk ke lubang hidungnya yang sensitif.
Hoek... hoek... hoek...
Ih, suara apaan tuh? Pikir Lizzie penasaran.
Kayaknya dari arah kamar mandi cowok, deh!
Dengan langkah hati-hati dia mengintip ke dalam toilet cowok. Dia gak ingin kepergok sedang ngintip toilet cowok. Dengan kepala yang dilongokkannya ke dalam, dia bisa melihat dari mana arah suara itu.
Kenapa dia bisa muntah ya?
Lizzie melihat serpihan-serpihan nasi goreng muntahan cowok itu di wastafel.
Yikes!
Ternyata ini alasan toilet restoran ini jadi jorok banget! Huh! Makanannya nggak enak, sih! Jadinya, banyak yang muntah deh. Masa spaghetti rasanya kayak mi ayam. Dasar restoran internasional bertaraf kampungan!
“Heh! Ngapain lu di sini? Mau ngintip ya?”
Lizzie mengangkat kepalanya. Ternyata si cowok muntah itu!
Shit!
“Ngintip?” kilah Lizzie. “Ngintipin lu lagi muntah? Apa untungnya?”
“Terus kok lu bisa tahu kalo gue lagi muntah?”
“Dari suaranya aja anak TK juga tahu kalo lu lagi muntah!”
“Orang tua lu nggak pernah ngajarin sopan santun ya?” ejek cowok itu.
Lizzie langsung terdiam. Dia pasti begini kalau ada orang yang ngomongin orang tuanya. Lizzie udah ditinggal mamanya sejak dia masih berumur satu tahun. Wajahnya aja cuma bisa diliat dari foto. Sedangkan ayahnya sampai sekarang sibuk banget. Jadi, dia pasti jadi sensitif kalau ngomongin masalah orang tua.
Cowok itu memandang Lizzie. Lama. Agaknya menunggu jawaban dari Lizzie. Tatapannya semakin tajam. Satu menit berlalu tanpa suara.
Setelah sadar bahwa Lizzie nggak akan ngomong lagi, cowok itu meninggalkan Lizzie yang sedang berdiri mematung di depan pintu toilet cowok.


Dasar cewek psycho! Bisa-bisanya dia ngintipin toilet cowok. Jorok!
“Dasar cowok nggak tahu diuntung!” teriak cewek itu setelah Andra melangkahkan kakinya dari tempatnya beranjak. “JELEEEKKK!”
Andra tak mempedulikan cewek psycho itu. Dia berjalan dengan tenangnya kembali ke mejanya. Keisha terlihat gelisah menunggunya.
“Aduh, kamu lama banget sih?” gerutu Keisha saat Andra sudah meletakkan pantatnya di kursi.
“Maaf deh, kan toiletnya lagi antri!” kilah Andra.
“Hon, tadi mama aku telepon,” lanjut Keisha. “Kita harus cepet-cepet pulang! Soalnya ada sodara aku yang baru dateng dari Malaysia.”
Andra melirik piring nasi gorengnya dengan tatapan penuh kemenangan.
Great decision, girl...


Lizzie, yang masih merasa kesal akibat ulah cowok jelek tadi, terus-terusan ngomel nggak jelas. Bibirnya yang mungil itu pun jadi monyong.
“Zie, kenapa sih lu?” tanya Jenni, bingung. “Dari tadi ngomeeeel.... mulu!”
Masih monyong, “Tadi, di toilet jelek itu ada makhluk paling jelek di seantero dunia!”
“Apaan? Gorila?” tanya Jenni, makin bingung.
Lizzie menggelengkan kepalanya kuat-kuat.
“Monyet?”
“Bukan!”
“Kuda nil?”
“Nope!”
“Apaan dong?”
“COWOK!”
“HA! Lu bilang kalo cowok itu makhluk paling jelek?” protes Jenni. “Kalo gitu Orlando Bloom bukan cowok dong? Doi kan keren banget!”
“Bukan gitu maksudku!” pekik Lizzie, geram. “Tapi, cowok yang tadi baru gue temuin bener-bener jelek en nyebelin banget! Gayanya sok keren!”
“Ati-ati lo, Zie. Jangan benci sama cowok! Nanti lu kuwalat tau!” kata Jenni mengingatkan.
“Whatever you say, lah!” kilah Lizzie. “Yang jelas, makanan di sini nggak cocok banget buat lidah gue. Enakan juga makan di pizza hut!”
“Kalau gitu kita langsung cabut aja deh! Gue juga nggak suka sama masakannya,” dukung Jenni.


TIGA
Lizzie mengetuk pintu kelasnya perlahan. Pagi ini dia terlambat masuk sekolah lagi. Semester ini dia sudah terlambat delapan kali. Padahal, tahun ini tahun pertamanya duduk di bangku SMA.
“Ibu sudah mengira kalau kamu pasti terlambat lagi!” kata bu Nanik sambil membukakan pintu kelas.
“Kok ibu bisa tahu?”
“Kemarin malam kan ada bola,” terang bu Nanik. “Ibu kan punya anak cowok!”
“Hehehe..., bener tuh Buk! Ibu tahu aja kalau saya suka nonton bola,” ujar Lizzie sambil nyelonong masuk ke dalam kelas.
Bu Nanik dengan gerak cepat secepat kereta Jepang langsung menangkap Lizzie dan menjewer telingan kanannya.
“Aduh! Sakiiittt...!” pekik Lizzie.
“Siapa suruh kamu duduk?” tanya bu Nanik. “Seperti biasa, Zie. Kamu harus berdiri di depan kelas selama sepuluh menit! Kamu harus inget, ini sekolah di Indonesia. Bukan sekolah di Inggris yang masuknya jam delapan!”
“Iya saya tahu. Tapi Buk, kasih dispensasi dong!” pinta Lizzie. “Lain kali saya nggak bakalan telat lagi deh!”
“No, no, no!”
Kayak judul lagunya Westlife aja tuh?
Akhirnya, setelah mengeluarkan jurus rengekannya yang nggak pernah mempan kepada guru-gurunya, Lizzie berdiri di depan kelasnya.
Huh! Untung aja tadi gue bawa cokelat, pikir Lizzie.
Walhasil, sambil menjalankan hukumannya, dia bisa asyik-asyikan makan cokelat. Kata majalah-majalah yang sering dibaca Jenni, cokelat itu ampuh banget buat orang-orang yang mau ngilangin stresnya. Sekarang Lizzie emang lagi stress. Soalnya, kemarin malem Chelsea cuma bisa seri ngelawan Bolton.


ChelseaFans: Lagi ngapain?
Barcanista: Lagi IM-an sama lu!
ChelseaFans: Maksudku, sebelum IM-an sama gue!!!
Barcanista: Jangan pake tanda seru banyak-banyak dong!!!!!!!!!!! Gue lagi buka
Yahoo! People.
ChelseaFans: Lu pake tanda seru lebih banyak dari gue! Emangnya lagi nyari siapa?
Barcanista: Bukan siapa-siapa! Tugas sekolah kok. Eh, gimana kabarnya?
ChelseaFans: Baik-baik. Ada kegiatan baru nggak?
Barcanista: Musim ini gue sibuk banget! The damned week! Tim bola sekolah gue
lawannya tangguh-tangguh. Tiap hari latihan terus!
ChelseaFans: Bola beneran? Sepak bola?
Barcanista: Ya iyalah! Masa bola bo’ongan!
ChelseaFans: Pertandingan sepak bola antar SMA yang diadain tiap tahun itu?
Barcanista: That’s right! Kenapa sih???
ChelseaFans: Berarti lu COWOK dong????????????
Barcanista: Ups! Keceplosan deh! Okay, sekarang lu dah tahu kalau gue cowok.
Dan tanpa diragukan lagi, gue cowok TULEN. Terkecuali kalau lu nganggep gue cewek yang nyamar jadi cowok ngegantiin kakak gue yang lagi main band di luar kota dan harus ninggalin sekolahnya. Dan selama gue jadi cowok, gue malah naksir temen sekamar gue.
ChelseaFans: Hehehe... Gue gak bakalan berpikiran kalau lu adalah cewek yang nya-
mar jadi cowok kayak Amanda Bynes yang main film di She’s The Man itu. Dari obrolan-obrolan kita selama ini gue juga udah bisa ne- bak kalau lu itu cowok.
Barcanista: Kenapa lu bisa nebak kalau gue itu cowok???
ChelseaFans: Soalnya di SMP gue dulu, gue punya temen yang namanya Kiara. Dia
itu jago banget nebak-nebak kelamin orang dari gaya bicaranya. Soal-
nya, dia pernah baca buku psikologi kakaknya.
Barcanista: Kiara Hendrawan??? Jadi kamu satu sekolah sama Kiara Hendrawan?
ChelseaFans: Lho, kok kamu bisa tahu???
Barcanista: Kiara itu temen gue waktu masih SD. Kok bisa kebetulan banget ya ki- ta bisa kenal orang yang sama. Padahal kita sama sekali belum kenal. Maksudnya, kenal secara lanngsung. Wait a sec!!! Lu cewek kan???
ChelseaFans: Cewek? Gimana bisa lu ngira kalau gue cewek?
Barcanista: Soalnya, Kiara dulu bilang ke gue kalau dia mau nerusin sekolah di
SMP khusus CEWEK! Itu berarti lu cewek JUGA!!!
ChelseaFans: Sial! Sekarang kita nggak perlu nyembunyiin jati diri kita lagi, dong! Itu pun kalau lu nggak nyangka gue cowok yang nyamar jadi cewek di
sekolah khusus cewek.
Barcanista: Emangnya ada film kayak gitu?
ChelseaFans: Emangnya gue ngomongin film? Lagian gue juga nggak nemuin film yang ceritanya kayak apa yang barusan gue omongin –lebih tepatnya gue tulis.
Barcanista: Oke! Jadi, siapa nama lu?
ChelseaFans: Bukan berarti setelah lu tahu jenis kelamin gue, lu bisa dengan mudah- nya tahu nama gue. Gue belum bisa ngerasa aman ngasihin nama gue ke lu. Ngerti???
Barcanista: Gue nyerah deh! Tapi yang jelas gue bukan tipe cowok cyber kayak
yang selama ini lu omongin ke gue.
ChelseaFans: Oke, Mr. PERFECT. Gue kasih clue yah! Intinya, nama gue itu sama
kayak nama salah satu peran yang dimainkan Hillary dalam salah satu filmnya. Film itu diambil dari TV show yang tenar banget di Amerika.
Barcanista: Hillary Duff???
ChelseaFans: Yupz! Eh, gue cabut dulu yakz. . .
Barcanista: See ya!
ChelseaFans: logged off
Barcanista: logged off


Dark menyundul-nyundulkan bola Adidas kesayangannya di dinding kamarnya. Kalau masih bisa disebut dinding, sih! Soalnya, seluruh permukaan dinding kamarnya dipenuhi dengan poster-poster. Mulai dari poster pemain bola, poster logo team, sampai poster terkenal the hot guy Albert Einstein yang sedang menjulurkan lidahnya.
Besok adalah pertandingan pertama dalam musim bola tahun ini. Lawannya besok adalah SMA Petra 1. Meskipun tidak sekuat tim dari SMA 2, tapi SMA Petra 1 tidak boleh dianggap remeh. Buktinya, tahun lalu, sebagai tim kuda hitam mereka berhasil menjadi semifinalis. Jantung Dark berdegup sangat kencang. Meskipun dia kapten tim dan memiliki jam terbang yang tinggi, tapi dia tetap saja gugup menjelang pertandingan perdana di pekan pertama.
Tapi, perasaannya saat ini campur aduk banget! Gugup iya, seneng iya, bingung iya, pusing iya. Pertama, dia gugup karena besok tim bola SMA 8 akan bertanding untuk yang pertama kalinya di musim ini. Kedua, dia seneng karena tadi dia sama si Byna kencan. Ketiga, dia bingung karena ternyata si Luna yang baru sekali ketemu sama dia malah suka sama dia. Kelima, dia bingung mau milih Byna atau Luna.
Bola yang disundulinya berkali-kali itu memantul dan mengenai patung replika sang idola. Kaka. Untung aja patung itu nggak pecah! Kalau pecah kan sayang. Harganya enam deret angka nol lho! Itu juga dikasih tantenya yang tinggal di Singapura. Hehehe...
Jarum jam dinding yang bergambar logo team AC Milan di kamar Dark bergerak dengan letihnya. Seletih si empunya. Jarum yang pendek menunjukkan angka sepuluh. Jarum yang panjang menunjuk ke angka satu. Jam sepuluh lebih lima menit. Berarti Dark sudah bermain-main dengan bola Adidasnya selama dua jam.
Dark memasukkan bolanya ke dalam lemari. Biar si Doni, adiknya yang masih berumur sepuluh tahun, tidak mengambil bolanya lagi tanpa sepengetahuannya. Sampai-sampai bolanya berlumuran lumpur yang sulit sekali dihilangkan.
“Kaaak... Ada telepon tuh!” teriak Doni dari luar kamar Dark.
“Dari siapa?” tanya Dark, ogah-ogahan.
“Katanya sih, dari gurunya kak Dira,” jawab Doni.


Guru? Siapa ya? Baru kali ini Dark dapat telepon dari SEORANG guru. Pernah sih, waktu itu Dark memecahkan jendela kantor kepala sekolah yang kebetulan berhadapan dengan lapangan sepak bola. Terus, pak Tris yang notabene adalah wakasek di sekolahnya si Dark menelepon untuk meminta orang tua Dark untuk mengganti kaca kantor kepala sekolah yang telah pecah dengan sukses.
Kali ini ada apa lagi ya? Dark ngerasa nggak pernah melakukan kesalahan akhir-akhir ini.
“Pak Leo?” tanya Dark. “Ada apa, Pak?”
“Saya tadi sore lupa kasih tahu kalau besok pagi kita dapet dispensasi dari sekolah. Jadi, besok jam sepuluh kita langsung dateng ke Sentausa untuk persiapan dan briefing. Tolong kasih tahu yang lain ya!”
“Sip, Pak!”


To: Me_n_FuTBoL@yahoo.com
Fr: Da_Moz_Damned@hotmail.com
Subject: Good Luck
Good luck, ya! Lu tadi kan bilang kalau besok pertandingan pertama lu di musim ini. Moga-moga menang ya! Kalau bisa buat gol juga. Gol di pertandingan pertama itu keren banget! Tapi inget, apapun yang terjadi FRANK LAMPARD tetep yang terBAIK!!! Bukannya gue mau ngeremehin kemampuan lu. Yang jelas, gue tetep yakin lu adalah pemain bola yang terbaik. Dengan tanpa menghiraukan Lampard.
-Chelsea-

To: Me_n_FuTBoL@yahoo.com
Fr: InTheDarknez@yahoo.com
Subject: Jangan lupa...
...besok jam sepuluh kita langsung ke Sentausa. On time ya! Sekarang nggak jamannya lagi jam karet. Langsung bawa semua perlengkapan. Kaus dan sepatu tim sudah disediakan. Tapi, jangan lupa bawa sepatu kalian untuk jaga-jaga. Bisa aja kalian terlalu hebat untuk merusakkan sepatu tim seperti yang sebelumnya pernah terjadi. Bawa obat untuk penyakit jantung. Untuk mempersiapkan kesehatan jantung kalian kalau besok kita bisa menghajar SMA Petra 1. Jangan lupakan TUHAN! Serius! Malam ini, sebelum kalian berlayar ke pulau kapuk, usahakan untuk berdoa pada-NYA! Biar kita bisa membawa pulang tiga poin. Okay???


Hillary Duff??? Film yang diambil dari TV show tenar di Amerika? Film apaan sih? Masa Cinderella Story? Bukan! Setahu gue, film yang dia mainin sama Chad Michael Murray itu nggak pernah ada TV show-nya kan? Who’s she mean?


Suasana di lapangan Sentausa masih sepi saat Andra memarkirkan mobilnya. Hanya terlihat beberapa punggung cowok yang asyik ngobrol di depan pintu masuk. Selain itu nggak ada siapa pun. Memang sih, ini belum jam sepuluh seperti yang diomongin sama si Dark. But, for God’s sake! Ini kan jam sepuluh kurang semenit! Masa belum ada yang dateng sih?
Di parkiran, Andra hanya melihat beberapa mobil yang sama sekali belum pernah dilihatnya. Bahkan, mobil butut si Dark juga nggak kelihatan. Katanya jam karet udah nggak berlaku lagi? Damn! Dasar semuanya pada inkonsisten. Sekarang siapa coba yang nggak on time?
Akhirnya, setelah jam dinding pun tertawa, karena ku hanya diam dan membisu. Eh, itu kan lagunya Jamrud? Ah, pokoknya setelah semenit menunggu, Andra bertanya pada cowok-cowok yang asyik ngobrol di depan pintu masuk.
“Mas, ada yang liat anak-anak dari SMA 8 nggak?” tanya Andra pada salah satu cowok itu.
“Nggak tahu tuh, Mas!” jawabnya.
“Oh... Thanks ya!”
Dimana sih mereka? Masak mereka udah masuk ke dalam? Tapi nggak mungkin! Mobil sama motor mereka aja nggak ada. Masa orangnya udah ada?
Andra memutuskan untuk menunggu teman-temannya barang sepuluh menit lagi. Kalau salah satu dari mereka balum ada yang dateng, nggak segan-segan dia akan merelakan ban serep mobilnya untuk melempari temen-temennya sampai mampus!


“Zie, ngapain sih kita pergi ke sana? Gue tahu alasannya sih, tapi sumpah ini kan masih pagi?” tanya Jenni pada Lizzie yang baru saja menyuruh supir taksinya untuk menuju ke lapangan Sentausa.
“Gue juga tahu kalau ini masih pagi,” kata Lizzie. “Tapi apa salahnya kalau kita dateng lebih pagi? Kita kan bisa dapet tempat duduk strategis, mumpung lagi ada rapat! Ya gak?”
“Terserah lu deh!” Jenni menghela nafas, memaklumi kegilaan Lizzie akan sepak bola.
Hari ini sekolah Lizzie, SMA 2, mengadakan rapat komite untuk para orang tua murid. Lizzie dan Jenni pun memutuskan untuk naik taksi, karena mereka nggak nemuin bus kota yang lewat. Hari ini SMA 2 bertanding jam 5 sore melawan SMA 21, tim underdog di grup C, grupnya SMA 2. Lizzie sengaja dateng lebih awal untuk memantau tim yang bertanding duluan, yaitu SMA 8 dan SMA Petra 1.
Lizzie sih sebenernya ngejagoin SMA 8, diluar SMA 2 tentunya. Soalnya mereka itu tim yang solid banget. Tahun lalu memang bukan tahun keberuntungan mereka. Soalnya, mereka terbiasa dengan lapangan sintetis, bukan lapangan rumput. Dan Lizzie yakin tahun ini mereka sudah mempersiapkan semuanya.
Taksi yang mereka tumpangi sudah berhenti. Setelah membayarkan sejumlah uang yang sesuai dengan angka yang terpampang di argometer taksi itu, Lizzie dan Jenni segera memasuki area stadion Sentausa.
Lizzie menyapukan pandangannya ke seluruh halaman stadion. Matanya mendapati sosok orang yang sepertinya dia kenali.
What the hell is he doing here?



1 New Message. Kata-kata itu tertera di layar telepon selular milik Andra. Duh, Andra lupa mengganti profilenya. Dari tadi telepon selularnya masih dalam keadaan silent!
From: Dark(085845322333)
Ndra, nti qt ga jd ke Sentausa
jam 10. Lu brgkt jm stgh 12 aja!
What a pity you are, Andra! Terang aja dia nggak nemuin satu pun batang hidung temen-temennya. Orang kumpulnya masih ntar jam setengah dua belas!
Andra ngerasa bego banget! Seharusnya tadi dia mastiin dulu waktu mau berangkat ke sini. Kalau aja dari tadi dia ngecek sms di telepon selularnya, dia gak bakalan lumutan di sini. Harusnya Dark telepon gue dong! Jangan sms doang. Gini deh jadinya!
Tiba-tiba saja Andra mendengarkan selentingan suara. Tapi dia tidak bisa mendengarnya dengan jelas. Dia pun mencari asal suara itu. Setelah mendengar dengan seksama, ternyata itu suara cewek. Kenapa kalau suara cewek dia denger ya?
Kayaknya ada suara, tapi kok nggak ada orangnya sih? Jangan-jangan kuntilanak, lagi. Tapi mana mungkin siang-siang bolong kayak gini ada kuntilanak? Di stadion lagi. Mungkin kuntilanak gila bola kali ya? Hehehe...
Andra menangkap ada gerakan di balik mobil kijang yang terparkir. Ada dua puncak kepala di baliknya. Mungkin suara yang didengar Andra tadi berasal dari sana. Soalnya sosok orang yang berada di balik mobil itu rambutnya panjang. Tapi jangan cepet-cepet narik kesimpulan dulu. Bisa aja mereka anak-anak punk! Bukan punk yang berkelas, tapi punk jalanan! Yang bisanya cuma nongkrong di mall dan nggak ada kerjaan penting lainnya.
Dua sosok itu tiba-tiba keluar dari balik mobil kijang. Wah, dugaan Andra yang pertama lah yang tepat. Dua sosok itu berjalan mendekat ke arah Andra. Bukannya tepat ke arah Andra sih. Kayaknya dua cewek itu mau masuk ke dalam lapangan.
Setelah lama mengamati kedua cewek itu, Andra seperinya sadar kalau dia pernah bertemu dengan salah satu dari mereka. Tapi dimana ya? Andra benar-benar lupa.


“Ngapain sih lu ngajakin gue sembunyi di sini?” tanya Jenni terengah-engah.
Lizzie celingak-celinguk di balik mobil kijang warna merah metalik yang sekarang jadi tempat persembunyian mereka berdua.
“Lu masih inget nggak waktu gue cerita tentang makhluk paling jelek di dunia?”
Jenni mengernyitkan alis sebelah kanannya. “Yang di restoran waktu itu?”
Lizzie menganggukkan kepalanya, masih celingukan.
“Emangnya kenapa sama dia, Zie?” tanya Jenni lagi.
“Tadi sekilas gue sempet liat dia di deket pintu masuk!” Lizzie mulai panik.
Kali ini giliran alis kiri Jenni yang mengerut. “Gue masih bingung kenapa kita mesti sembunyi di sini.”
“Aduh, lu gimana sih?” Lizzie menggaruk-garuk pelipisnya yang nggak gatal. “Gue nggak mau ketemu sama dia!”
“Kenapa, Zie? Lu malu? Takut?”
“Ya nggak lah! Gue cuma nggak mau aja ketemu sama dia lagi!” kata Lizzie mantap. “Ngeliat wajahnya aja gue mau muntah!”
“Emang dia kayak apa sih?” tanya Jenni sambil melongokkan kepalanya untuk mencari-cari sosok yang dimaksudkan Lizzie.
Lizzie menjitak ujung kepala Jenni.
“Aduh! Sakit tahu!” pekik Jenni sambil mengusap-usap kepalanya.
“Ntar kita ketahuan sama dia!”
“Lu kan udah cerita sama gue tentang pertemuan kalian di restoran itu. Dan gue tahu kalau lu nggak salah. Terus, ngapain kamu sembunyi? Lagian, belum tentu kan dia masih ngenalin muka kamu?” kata Jenni panjang lebar.
“Iya juga ya,”
“Ya udah, sekarang kita langsung masuk aja ke lapangan,” usul Jenni. “Katanya lu mau dapet tempet duduk VIP?”
Akhirnya dengan sedikit paksaan dan tarikan dari Jenni, Lizzie mau keluar dari tempat persembunyiannya.
Saat berjalan ke arah pintu masuk lapangan, Lizzie terus menundukkan kepalanya. Dia nggak mau ketahuan sama cowok jelek itu. Kalau cowok itu sampai tahu, pasti bakalan ada masalah lagi. Dan Lizzie nggak mau capek-capek nanggepinnya.
“Lho, kak Andra?” Jenni berbicara pada seseorang. “Kok kakak di sini?”
Lizzie tetep nggak mau mengangkat mukanya sekedar untuk melihat siapa orang yang diajak ngobrol sama Jenni. Soalnya, tadi dia ngelihat cowok jelek itu duduk nggak jauh dari sini. Jadi kalau dia nunjukin wajahnya, pasti cowok jelek itu bakalan tahu.
“Jenni? Kebetulan banget kita bisa ketemu di sini! Gue mau tanding bola.”
Suara itu... Sepertinya gue pernah denger suara itu. Tapi di mana ya?
“Lu mau nonton bola ya, Jen?”
“Iya. Eh, kak kenalin ini temen gue! Namanya Lizzie.”
“Zie, kenalin ini tetangga gue namanya kak Andra.”
Jenni gimana sih? Pake ngenalin gue ke tetangganya segala. Seharusnya kan kita harus cepet-cepet kabur dari sini supaya cowok jelek itu nggak ngenalin muka Lizzie!
Lizzie pun terpaksa mengangkat mukanya karena kan nggak sopan kalau dia tetep nunduk. Secara dia lagi dikenalin sama orang.
Mata Lizzie bertemu dengan mata tetangga Jenni. Sosok itu kira-kira lebih tinggi lima belas sentimeter dibandingkan dengan Lizzie. Padahal tinggi Lizzie aja udah 170 senti!
Lizzie akan menyunggingkan senyumnya. Tapi senyum itu malah membuat raut wajahnya berubah menjadi raut ngeri saat Lizzie mulai menyadari siapa sosok yang berdiri di hadapan Jenni itu.
“Cewek psycho?” kedua alis cowok itu bertautan.
“Cowok jelek?” Lizzie masih tetap dengan raut ngerinya.
Maksud hati mau sembunyi dari cowok jelek itu, tapi malah ketemu di sini. Lizzie bener-bener nggak nyangka kalau cowok jelek itu tetanggaan sama Jenni. Padahal selama ini Lizzie sering ngejelek-jelekin cowok jelek itu. Help!
“Jadi ini...” belum sempet Jenni menyelesaikan kalimatnya, Lizzie sudah mencubit lengan Jenni dengan keras. “Aduh, sakit!”
“Kenapa, Jen?” tanya cowok jelek itu, mengalihkan perhatiannya dari Lizzie ke Jenni.
“Eh... Uh... Nggak papa kok!” kilah Jenni setelah mendapat pandangan penuh ancaman dari Lizzie. “Em... jadi kalian berdua udah saling kenal?”
Lizzie menyenggol lengan Jenni. “Ngapain sih, lama-lama di sini. Kita pergi aja!” bisiknya.
“Nggak bisa dibilang udah kenal sih! Jadi, dia ini temen lu?” tanya cowok jelek itu pada Jenni. Sepertinya, dia nggak denger bisikan Lizzie.
“Bukan sekedar temen, tapi kita itu udah kayak sodara,” jawabnya.
“Jen, ayo kita pergi!” bisik Lizzie lagi. Tapi, sepertinya Jenni nggak mau nanggepin.
Cowok jelek itu berdiri di depan Jenni dengan senyum yang nggak jelas. Kayaknya dia seneng ngeliat Lizzie nggak nyaman ngobrol ama dia. Boro-boro ngobrol, orang deket-deket aja Lizzie ogah!
Tapi kalau dipikir-pikir, ngapain juga Lizzie bersikap seperti itu di hadapan dia. Enak aja! Lizzie berpikir bahwa seharusnya dia bersikap biasa aja di hadapannya. Lizzie nggak mau dianggap cewek penakut, lemah, atau apalah. Stay cool, Lizzie!
“Lu baru dari sekolah?” tanya cowok jelek itu pada Jenni lagi.
Tapi, kali ini bukan Jenni yang menjawab.
“Ya iyalah!” tukas Lizzie. ”Masa kamu nggak liat kita masih pake seragam!”
Cowok jelek itu tak mengacuhkan perkataan Lizzie.
“Doni kapan pulangnya?”
“Nggak tahu ya, Kak! Mungkin besok atau lusa.”
Doni itu kakak Jenni yang nomor dua. Sudah seminggu ini dia ada di Bandung. Katanya sih mau ikut lomba band tingkat nasional gitu. Namanya d’ Black Band. Lizzie pernah dengerin d’ Black Band manggung di pensi sekolah. Maklum, semua personilnya kan dari SMA 2 juga. Ada sih yang udah kuliah, tapi tetep alumnus dari SMA 2. Di band ini, Doni jadi gitaris. Permainannya lumayan. Nggak kalah kok sama band-band tenar macam Sheila on 7, Letto, dan Nidji.
“Eh, dari tadi lu berdiri aja!” seru Andra. “Sini, duduk!”
“Baru nyadar! Nggak tahu ya kalau kita berdua udah pegel banget?” keluh Lizzie.
Lizzie merasakan pandangan Jenni menembus ke dalam kepala Lizzie. Dia tahu kalau Jenni malu banget sama Andra. Soalnya, dari tadi dia ngoceh mulu.
Awalnya, Lizzie nggak mau duduk deket-deket sama Andra. Tapi karena kakinya udah bener-bener nggak kuat lagi buat nopang berat tubuhnya, mau nggak mau dia duduk juga. Tapi tetep menjaga jarak sejauh-jauhnya.
“Nomor HP Doni masih sama kan?” tanya Andra pada Jenni yang duduk di sebelahnya.
“Masih,” jawab Jenni. “Emangnya kenapa?”
“Nggak papa kok! Cuma mau ngobrol aja sama dia. Soalnya udah lama banget nggak denger suaranya.”
Jenni tersenyum.
“Eh, gue beliin minuman dulu ya?” Andra beranjak dari tempat duduknya.
“Iya,” kata Jenni mengiyakan.
Andra berjalan menjauh dari Lizzie dan Jenni. Semakin lama punggung Andra semakin terlihat begitu kecil.
“Jadi yang kamu maksud makhluk jelek itu kak Andra?” tanya Jenni setelah Andra nggak terlihat lagi.
“Iya!”
“You moron!”
“What?”
“He’s georgeous!” pekik Jenni. “Gue bahkan belum pernah nemuin cowok yang sekeren and secakep dia, bego!”
“Gue setuju kalau dia keren! But...”
Belum sempat Lizzie meneruskan perkatannya, Jenni langsung memotong kata-katanya. “No but!”


Setelah membayarkan tiga kaleng coca-cola, Andra kembali ke tempat Jenni dan cewek psycho itu menunggu. Sebenernya agak kesel juga ya mesti ngedengerin omelan cewek psycho itu. Tapi dari tadi Andra berusaha nahan emosinya. Kan malu juga kalau berantem di depan Jenni. Ntar orang sekampung pada tahu, lagi.
“Udah lama ya?” tanya Andra sambil menyerahkan dua kaleng coca-cola pada Jenni.
Males aja ngasihin sendiri ke Lizzie. Biar si Jenni aja yang ngasihin.
“Nggak kok!” jawab Jenni, menyerahkan sekaleng coca-cola pada Lizzie. “Thanks ya, Kak!”
“By the way, kok kakak masih di sini sih?” tanya Jenni sambil meneguk colanya. “Bukannya kakak mau tanding? Pertandingannya yang pertama kan?”
“Sebenernya kita mau briefing jam sepuluh. Tapi ternyata jadwalnya diubah jam setengah dua belas.”
“Tapi kok udah nyampe sih?” Jenni mengerling ke arloji yang terpasang di tangan kirinya. “Ini kan baru jam sebelas!”
“Sebenernya gue yang salah,” kata Andra mulai menjelaskan. “Gue sama temen-temen gue janjian jam sepuluh. Tapi jadwalnya dipending sampai jam setengah dua belas. Dan gue nggak tahu kalau temen gue sms. Gue baru tahu pas udah nyampe di sini.”
“Terus, kenapa Kakak nggak balik aja?”
Andra meneguk habis colanya. “Sebenernya gue mau pulang dulu, tapi karena gue ketemu ama lu, ya nggak jadi deh!”
“Aduh, jadi ngerepotin nih!”
“Akh, enggak kok!”
Lima belas menit berlalu dengan obrolan-obrolan nggak penting antara Andra dan Jenni. Nggak lupa, Lizzie masih tetep ngoceh terus.
Kesabaran Andra semakin lama semakin menipis.
Nih cewek nggak pernah diem apa ya? Kalo aja dia cowok udah gue tonjokin tuh muka dia!
Andra nggak habis pikir. Kok bisa Jenni yang baik hati itu temenan sama cewek yang nggak tahu diuntung kayak si Lizzie itu?
“Itu mobilnya kak Dira kan?” tanya Jenni tiba-tiba.
“Maksud lu si Dark?”
Jenni mengangguk.
Andra melihat ke arah parkiran mobil. Bener, mobil butut si Dark sedang berusaha untuk memarkirkan dirinya dengan baik. Kebetulan diparkirkan tepat di sebelah mobil Andra yang sudah satu jam lebih terparkir di sana.
Setelah mesin mobil Dark mati, Dark keluar dari mobil dan celingukan. Sepertinya dia sedang mencari Andra. Setelah matanya menemukan sosok yang dia cari, Dark langsung menghampiri Andra yang sedang duduk bersama Jenni dan Lizzie.
“Lu dah lama, Ndra?” tanya Dark sambil menepuk punggung Andra.
“Udah sejam lebih gue di sini!”
“Kok bisa?” tanya Dark lagi.
“Ceritanya panjang!” jawabnya. “Gue ceritain aja nanti.”
Pandangan Dark beralih ke Jenni dan Lizzie. Terutama ke Lizzie. Karena dia kan belum pernah ketemu sama Lizzie. Kalau sama si Jenni sih, Dark udah pernah ketemu beberapa kali waktu dia maen ke rumahnya Andra.
“Jen, ni temen lu?” tanya Dark.
“Iya, kenalin! Namanya Lizzie.”
Dark mengulurkan tangannya dan langsung disambut oleh tangan Lizzie.
“Lizzie.”
“Dark.”
“Dark? Em... gelap?”
“Bukan! Nama gue sih sebenernya Dira,” terang Dark. “Tapi, kayaknya nama itu cewek banget deh!”
“Enggak kok!” bantah Lizzie. “Dira itu nama yang romantis.”
Andra mengamati perubahan raut wajah Lizzie. Sekarang dia udah nggak bete lagi kayak tadi. Malah sekarang udah senyum-senyum.
Dasar! Gini nih, kalo cewek ketemu ama cowok. Carmuk banget sih! Cari muka gitu. . .
“Sekelas sama Jenni?” tanya Dark. Pertanyaaan ini jelas diberikan ke Lizzie.
“Iya,” jawab Lizzie. “Kita udah sekelas sejak kelas dua SMP!”
“Jadi kalian udah akrab bangte dong?”
“Akrab? Kita itu udah kayak sodara, lagi!”
Dark hanya bisa meng-oohhh.
Agak bosen juga ngedengerin obrolan si Dark sama Lizzie. Andra pun melihat-lihat ke arah parkiran. Barangkali temen-temennya yang lainnya udah pada dateng.
Lima menit berlalu. Tak satu pun temen-teman Andra menampakkan batang hidung mereka. Kalau Andra dan Dark tetap di sini, bisa-bisa mereka nggak briefing, lagi!
“Dark, kita ke dalem aja yuk!” ajak Andra. “Lebih baik kita nyiapain dulu semua perlengkapan buat tanding!”
“Oya, gue sampe lupa!” serunya. “Keasyikan ngobrol, sih!”
“Ayo cepet!” Andra menarik lengan Dark supaya dia mengikuti Andra masuk ke dalam lapangan. “Jen, kita duluan ya?”
“Zie, gue duluan!” seru Dark sambil berjalan tertatih-tatih karena masih ditarik Andra.
Lizzie dan Jenni melambaikan tangan mereka.


Novelis : Elian Giovani DC
Alamat : SMA 2 Madiun. kelas 12
Jln Cokrobasonto III/Madiun BERSAMBUNG

About This Blog

About This Blog

  © Blogger templates 'Sunshine' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP